Selasa, 19 Januari 2016

Cerpen KORBAN

KORBAN
Karya : Nanang Suciptohadi

Suara jangkrik mengikrik keras, desirat angin sepoi-sepoi menyibak dedaunan jati yang saling bersenggolan seakan berebut tempat untuk bergoyang. Sesekali  auman serigala terdengar lirih melewati gendang telinga. Krusak-krusuk Parmin menyibak rimbunnya semak belukar yang ada di hadapannya.”Awww ...... “ teriak Parmin. Kakinya menginjak suatu benda kecil yang menusuk jari besar kakinnya.”Ahhh  ....... sial, baru berjalan berapa menit sudah seperti ini. Apalagi kalau sudah sampai nanti “ ujarnya lagi. ”SSSSSssssstttttt ....... diam saja ini baru permulaan “ desah orang gemuk, hitam tapi berpenampilan orang atas  di belakangnya itu. Tukir namannya.  Orang yang memberikan bisikan kepada Parmin saat di warung Mbok Indun. Saat itu Parmin sedang mengeluh tentang keadaannya.”Ahhh .... aku sudah bosan hidup seperti ini, susah mulu “ omong parmin dengan nada agak keras. “ Sabarlah min, namanya juga hidup, ya kaya gini” Sahut mbok Indun, pemilik warung dekat rimbunan pohon bambu yang katanya angker.” Saya sudah sabar mbok, tapi kok gini-gini amat hidupku, jodoh belum ada, kerjaan apalagi “ Saut Parmin sambil memegang jidat yang lebar seperti bandara soekarno-hatta. Saat itu juga Tukir datang orang yang baru kaya yang sedang menjadi bahan perbincangan di desa ini, desa pinggir kali Bantar.Diam-diam Tukir mendengar omongan Parmin yang sudah lelah dengan kehidupan susahnya itu.”Hei ..... Parmin !!!” panggil Tukir.” Wuihh ..... orang kaya baru datang kemari “ Sahut Parmin dengan gaya anak kecil meledek kawannya.” Ada apa kau kemari kir ... ?” Tanya balik si Parmin deengan dahi mengkirut. “ Aku dengar kau sudah bosan hidup susah ya ?” Jawab Tukir dengan sedikit senyuman jahat.” Ya begitulah kir “ Sahut Parmin.” Kesinilah, aku beri tahu” Tukir berkata sambil melambaikan tangan pada Parmin.Kemudian Parmin mendekat dengan gerakan cepat, seperti ingin menerima uang bantuan dari pemerintah. Tukir membisikan kata-kata di telinga Parmin. Parmin langsung mengangguk yang menandakan paham dengan ucapan yang dibisikan Tukir padannya.” Okelah .... kapan kita akan kesana ?” Tanya Parmin dengan nada sedikit rendah agar mbok Indun yang ada di belakangnya itu tidak mendengar.” Besok Selasa Kliwon, kau datang saja ke rumahku , akan ku antar kau ke sana “ Sahut Tukir dengan nada rendah pula.”Oke” kata Parmin dengan penuh semangat.” Eh ... eh .. kalian ngomongin apa to, kok bisik-bisik kaya gitu? “, Tanya mbok Indun penasaran dengan bisik-bisik kedua lelaki itu.” Ah ... biasa mbok, bisnis buat si Parmin ini” Sahut Tukir. Belum lama kemudian Pak RT datang dengan pakaian yang Rapi. “Mau kemana pak ? Kok rapi banget pakaiannya? “ tanya mbok indun heran. “Ini mau ke kecamatan , mau ngajuin proposal buat benerin jalan deket rumah saya itu lho” Jawab si pak RT yang berpawakan cungkring.”Lho ... lho kok cuma jalan yang deket rumah pak RT saja tow yang mau diperbaiki, jalan deket sumur gede itu kan juga sudah rusak pak ? “tanya Mbok Indun sedikit kesal. “Iya ... iya ... nanti saya gabungkan juga dalam proposal”. Setelah menjawab pertanyaan mbok Indun Pak RT  langsung tancap gas meninggalkan tiga orang yang nampak heran sekaligus kesal dengan omongan pak RT tadi. “ Huh dasar RT bongkoh .... penginnya enak sendiri “ kata Mbok Indun sambil menampakkan mulut manyun kaya bebek. Parmin dan Tukir hanya geleng-geleng kepala. Dasar pejabat tak tahu diri, mungkin begitu hati mereka bicara. Setelah menghabiskan kopi mereka , Parmin dan Tukir menunggalkan warung Mbok Idun, menuju rumah masing-masing.

***

Setelah sekian jam berjalan menepis ribuan semak belukar dan melewati ratusan pohon jati, Parmin akhirnya sampai di sebuah sumur tua dengan Pohon Ringin yang menjulang besar menembus langit. Ia melihat di sekelilingnya, gelap hanya ada orang gendut yang membawannya kesini dilihatnya. “Kita sudah sampai min” kata Tukir.” Tempat apa ini kir? Menyeramkan sekali tempat ini.” Tanya Parmin sedikit ketakutan.” Disinilah aku mendapat kekayaan” bisik Tukir kepada orang yang ada di depannya itu.” Hah .... yang benar kamu kir?” tanya Parmin lagi tidak begitu percaya dengan ucapan kawannya itu..”Ya benar, aku meminta kekayaan pada penunggu pohon Ringin itu” Jawab Tukir meyakinkan. ”Aku mendapatkan jimat dari penunggu pohon ini agar aku bisa menjadi kaya raya dalam waktu yang singkat” lanjutnya lagi. “ Lalu aku harus bagaimana kir “ Tanya Parmin lagi.” Kau harus mandi menggunakan air yang ada di sumur itu kemudian semedilah di bawah pohon Ringin itu” jawab Tukir. “ Apa .... apa kau yakin kir?” tanya Parmin agak ragu.” Iya sudahlah lakukan saja” suruh Parmin sambil mendorong-dorongnya agar cepat mandi di sumur tua itu.” Baiklah “ jawab Parmin dengan nada agak takut. Parmin langsung menuju sumur kemudian menimba air yang baunya tidak sedap. Setelah mandi dia bertapa di bawah pohon Beringin, sedangkan si Tukir kembali pulang meninggalkan Parmin sendirian bertapa. Matahari muncul menembus tiap-tiap gugusan daun Beringin yang rimbun menuju mata Parmin yang semalaman bersemedi di bawah pohon itu.Kedua mata Parmin mulai membuka perlahan melihat hari sudah mulai terang. Parmin kaget melihat ada benda di pangkuannya, bentuknya seperti patung wanita berdiri memegang suatu benda. Patung itu berukuran kurang lebih 15 cm. Keadaan sekitar Parmin bersemedi itu terasa sunyi , kicauan burung pun tak ada, yang terdengar hanya gesekan daun-daun yang tertiup angin. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi semalam waktu bersemedi. Parmin segera kembali ke desa dengan membawa patung yang didapatnya waktu bersemedi itu. Setelah sampai di desannya, ia segera menuju rumah Tukir untuk mencari tahu apa kegunaan patung yang didapatnya itu. “ kir, Tukir !!!” panggil Parmin di depan pagar besi yang menjulang tinggi dengan ujung yang lancip-lancip. Tiba-tiba datang seseorang berbadan tegap berbaju putih dan memakai topi lengkap dengan asesoris datang menghampirinya. “ Ada yang bisa saya bantu pak ? sahut laki-laki itu. “ Saya Parmin mau bertemu dengan Tukir.” Jawabnya. “ Sebentar saya panggilkan” sahut laki-laki itu yang kalau dilihat-lihat dia satpam di rumah ini. Tak berselang lama Tukir muncul dari depan pintu berbahan kayu yang diukir begitu indahnya, “ weiss ..... kau sudah pulang min, gimana semedinya? Ayo masuk dulu .” kata orang itu tanpa memberi waktu Parmin untuk menjawab.” Begini kir, setelah semalaman aku semedi, paginya aku membuka mata dan di genggaman tanganku sudah ada benda ini” kata Permin sambil menunjukan benda berupa patung kecil itu. “Oh ... ini yang kau dapat, ini namanya jimat penglaris dagangan min” ucap Tukir. “ Lantas bagaimana cara menggunakannya kir?” lanjut Parmin dengan ekspresi serius. “ Kau bukalah warung atau toko, lalu letakkan benda ini di depan warungmu itu, dijamin laris manis daganganmu min” jawab Tukir dengan mengangguk-anggukan kepala yang rambutnya tinggal di belakang. “ Oke ..... baiklah, tapi aku pinjam uang darimu dulu untuk modal buka warung, setelah semua lancar uangmu akan aku kembalikan” sahut Parmin kemudian.” Oke .... akan kupinjami kau uang untuk modalmu, ini .... !” sahut tukir sambil memberikan segepok uang kepada Parmin.” Terima kasih !” kata Permin sambil menundukan kepala kaya orang jepang, lalu pergi meninggalkan rumah Tukir dengan wajah gembira. Di perjalanan Parmin hanya senyam-senyum memikirkan rencana yang sudah ada di kepalannya itu. Setelah sampai rumah dia menimbang-nimbang di mana dia akan membuat warung untuk usahannya itu. “ Dimana ya tempat yang pas untuk kubuat warung, Emm .... “ renungnya sambil mondar-mandir, ke sana-sini, duduk-berdiri. Sampai malam dia memikirkan tempat yang cocok untuk membuka usahanya.


            Keesokan harinya, Parmin berjalan-jalan mengitari desanya mencari inspirasi tempat untuk membuka warung. Dan benar saja setelah mengelilingi desa dia tahu dimana tempat yang pas untuknya membuka warung, di dekat warung mbok Indun. “ Ya disitu saja, sebelah warung mbok Indun saja, walau sebelahan pasti warungku yang ramai karena ada jimat ini, hehehe .... “ omongnya sendiri sambil meringis. Selang beberapa hari warung Parmin pun jadi.


***
            “ Kenapa dia membuka warung di sebelah ku, memangnya makanannya lebih enak dari punyaku apa”, gumam mbok Indun yang sedikit heran dengan Parmin karena membuka warung dekat dengan warungnya. Tetapi seiring berjalannya waktu,  malah warung Parmin yang ramai dikunjungi, warungnya sepi , ” wah wah wah kok bisa begini, bagimana dengan warungku kalau seperti ini aku bisa bangkrut” kata mbok Indun sambil memukul jidat yang lumayan lebar. “ Aku harus mencari tahu kenapa warung Parmin begitu ramai” gumamnya lagi, ia segera menutup warungnya dan pergi ke warung Parmin. “ Parmin saya mau beli itu, oseng-oseng sama ikan tombronya” celoteh mbok Indun. “ Tumben mbok beli di warung saya” jawab Parmin sambil sedikit menahan tawa. “sudah ambilkan saja , saya mau makan” jawab mbok Indun agak judes. Makanan pun datang dan mbok Indun mulai mencicipi makanan yang telah dipesannya. “ Huh .... ini makanan enak sekali, kapan dia belajar memasak, yang aku tahu di tidak bisa memasak sama sekali selain itu dia tidak ada yang membantunya di warung ini” Gumam mbok Indun di dalam hati mulai curiga. Tanpa sengaja dia melihat benda aneh yang berada diatas kotak depan warungnya Parmin lalu ia bertanya “ min, itu apa yang di atas kotak ?” sambil menunjuk benda aneh itu. “ oh .... itu anu emm .... anu mbok cuma hiasan aja” jawab Parmin agak terbata-bata. Mbok Indun mulai curiga dengan benda aneh itu, ekspresi Parmin juga berubah saat dia bertanya benda apa itu, ekspresinya berubah menjadi bungung ketakut-takutan. “ Oh iya min, saya minta dibungkus 1 ya” kata mbok Indun. “ Oh iya mbok .... siap “ jawab Parmin segera membungkuskan nasi untuk mbok Indun. Setelah sampai di warungnya, mbok Indun membuka dan memakan nasi yang dibelinya di warung si Parmin. “ Ah ..... kenapa rasannya beda dengan yang tadi aku makan”  kata mbok Indun sambil memuntahkan nasi yang telah dimakannya, lalu menenggak air putih yang sudah disediakannya dahulu sebelum makan tadi.
“ Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya mbok Indun dalam hati setelah mengalami kejadian tadi.”Ada yang aneh dengan warung si parmin, aku harus mencari orang yang tahu tentang hal-hal mistis, Ahh ..... lebih baik aku menemui Ustadz Ilyas saja” lanjut batin si  mbok Indun.
Siangnya mbok Indun pergi menemui Ustadz Ilyas, bertujuan menanyakan hal yang telah dia alami kemarin. “tok....tok....tok” ketuk mbok Indun sdi sebuah rumah yang tidak terlalu besar, tanpa pagar tetapi bersih terawat.”Assalamualaikum!!!” kata mbok Indun sedikit keras.” Wa’alaikumsalam warohmatullohhiwabarokatu “ Sahut seseorang dari dalam rumah yang jelas pak Ustadz karena dia telah ditinggal istrinya mati,  dia hanya tinggal sendirian di rumah itu. Pintu terbuka lalu muncul laki-laki yang lumayan tampan dengan senyum ia berkata “ Eh .... mbok Indun, ada apa mbok tumben kesini?”.” Iya Ustadz saya mau ngomong sesuatu sama Ustadz”, “Oh silahkan duduk mbok” ajak pak Ustadz mempersilakan mbok Indun duduk di kursi teras rumahnya.” Mau ngomong apa mbok?” tanya Ustadz Ilyas ingin tahu. “ Gini Ustadz, saya heran dengan warung si Parmin, dia kan gak bisa masak tapi koq masakannya enak banget ya pak, trus rame terus ....”, kata mbok Indun “ Lho mungkin si Parmin punya bakat terpendam mbok, yah bisa masak gitu”, sahut Ustadz Ilyas sambil tersenyum, “ Bukan itu maksud saya Ustadz, gini lho kemaren saya beli makanan di warung si Parmin, waktu saya makan ditempat rasannya enak sekali Ustadz, tetapi waktu saya bawa pulang trus saya makan di rumah rasannya sungguh tidak enak Ustadz ... “ kata mbok Indun meneruskan ucapannya tadi sambil berekspresi seperti ingin muntah. “ Serius mbok .... ?” tanya Ustadz ingin meyakinkan ucapan mbok Indun tadi. “ Beneran Ustadz, makannya saya kemari, mau tanya apakah jangan-jangan si Parmin pake penglaris ya pak ?” jawab mbok Indun dengan wajah serius. “ Hussss .... gak boleh suudzon dulu mbok, coba kita tanya baik-baik sama si Parmin”, sahut Ustadz menenangkan mbok Indun. “ Baiklah Ustadz saya manut sama pak Ustadz saja”, Ujar mbok Indun.” Baiklah mari kita ke warung Parmin”, kata Ustadz mengajak mbok Indun.
***
Setelah beberapa menit, mereka sampai ke warung Parmin yang sudah mau tutup. “ Parmin!!!” panggil pak Ustadz. “ I... yha pak Ustadz, ada apa?” jawab Parmin kaget, Ustadz Ilyas datang ke warungnya, batinya mulai takut dengan kedatangannya. “ Saya mau bicara sama kamu bisa pak Parmin” sahut pak Ustadz. “ I...yha pak, bisa...bisa” jawab Parmin agak terbata-bata lalu cepat-cepat mengambil patung kecil yang ia letakkan di atas meja. Di ruang tamu pak Ustadz Ilyas mulai menginterograsi. “ Gini pak Parmin, tadi mbok Indun bilang sama saya kalau makanan yang di beli dari warung ini beda rasannya bila dimakan di warung enak rasannya, tetapi kalau dibawa pulang rasannya berbeda menjadi kurang enak”, kata pak Ustadz, diikuti anggukan mbok Indun. “ Hah ..... yang benar Ustadz” jawab Parmin dengan wajah agak gugup.” Sudahlah pak Parmin, mending pak Parmin jujur saja sama saya, mungkin saya bisa bantu. Kita didunia ini jangan terlena dengan sesuatu yang mengenakkan pak Parmin”. Kata Ustadz menasihati Parmin. Wajah Parmin memerah, kebingungan. “ Sudah lah min, jujur saja kamu pake penglaris tow?” ucap mbok Indun langsung menuduh si Parmin. Parmin kelabakan, bingung karena apa yang dituduhkan padannya memenag benar. “ I..... yha pak Ustadz, ... saya pake penglaris”, jawab Parmin. “Astaghfirullah” kata pak Ustadz, “ kenapa kamu lakukan itu pak  Parmin, itu dosa besar lho” lanjut pak Ustadz.” Saya sudah lelah hidup susah pak Ustadz, capek, capek!!!” jawab Pamin. “ Saya tahu, tetapi tidak dengan cara seperti itu pak Parmin, dosa” kata Ustadz menasehati. “Lalu saya harus bagaimana pak Ustadz?” tanya Parmin sambil memasang muka melas. “ Gini aja, buanag barang yang kamu jadikan pemglaris itu , mending kerjasama sama mbok Indung tow pak Parmin, betul kan mbok” jawab pak Ustadz sambil menengok mbok Indun, mbok Indun pun mengangguk.” Baiklah pak, saya akan mengikuti saran pak Ustadz, maafkan saya pak Ustadz” kata Parmin sambil merunduk pada pak Ustadz Ilyas. “ Sudah...sudah pak Parmin, mending pak Parmin taubat berdo’a pada Allah agar dilancarkan rezekinya” jawab pak Ustadz sambil membantu Parmin kembali berdiri. Akhirnya Parmin taubat dan bekerjasama dengan mbok Indun mengurus Warung yang telah ia dirikan itu.








                                  




Face Lee Seung Woo