KORBAN
Karya : Nanang Suciptohadi
Suara
jangkrik mengikrik keras, desirat angin sepoi-sepoi menyibak dedaunan jati yang
saling bersenggolan seakan berebut tempat untuk bergoyang. Sesekali auman serigala terdengar lirih melewati
gendang telinga. Krusak-krusuk Parmin menyibak rimbunnya semak belukar yang ada
di hadapannya.”Awww ...... “ teriak Parmin. Kakinya menginjak suatu benda kecil
yang menusuk jari besar kakinnya.”Ahhh
....... sial, baru berjalan berapa menit sudah seperti ini. Apalagi
kalau sudah sampai nanti “ ujarnya lagi. ”SSSSSssssstttttt ....... diam saja
ini baru permulaan “ desah orang gemuk, hitam tapi berpenampilan orang atas di belakangnya itu. Tukir namannya. Orang yang memberikan bisikan kepada Parmin
saat di warung Mbok Indun. Saat itu Parmin sedang mengeluh tentang keadaannya.”Ahhh
.... aku sudah bosan hidup seperti ini, susah mulu “ omong parmin dengan nada
agak keras. “ Sabarlah min, namanya juga hidup, ya kaya gini” Sahut mbok Indun,
pemilik warung dekat rimbunan pohon bambu yang katanya angker.” Saya sudah
sabar mbok, tapi kok gini-gini amat hidupku, jodoh belum ada, kerjaan apalagi “
Saut Parmin sambil memegang jidat yang lebar seperti bandara soekarno-hatta.
Saat itu juga Tukir datang orang yang baru kaya yang sedang menjadi bahan
perbincangan di desa ini, desa pinggir kali Bantar.Diam-diam Tukir mendengar
omongan Parmin yang sudah lelah dengan kehidupan susahnya itu.”Hei ..... Parmin
!!!” panggil Tukir.” Wuihh ..... orang kaya baru datang kemari “ Sahut Parmin
dengan gaya anak kecil meledek kawannya.” Ada apa kau kemari kir ... ?” Tanya
balik si Parmin deengan dahi mengkirut. “ Aku dengar kau sudah bosan hidup
susah ya ?” Jawab Tukir dengan sedikit senyuman jahat.” Ya begitulah kir “
Sahut Parmin.” Kesinilah, aku beri tahu” Tukir berkata sambil melambaikan
tangan pada Parmin.Kemudian Parmin mendekat dengan gerakan cepat, seperti ingin
menerima uang bantuan dari pemerintah. Tukir membisikan kata-kata di telinga
Parmin. Parmin langsung mengangguk yang menandakan paham dengan ucapan yang
dibisikan Tukir padannya.” Okelah .... kapan kita akan kesana ?” Tanya Parmin
dengan nada sedikit rendah agar mbok Indun yang ada di belakangnya itu tidak
mendengar.” Besok Selasa Kliwon, kau datang saja ke rumahku , akan ku antar kau
ke sana “ Sahut Tukir dengan nada rendah pula.”Oke” kata Parmin dengan penuh
semangat.” Eh ... eh .. kalian ngomongin apa to, kok bisik-bisik kaya gitu? “,
Tanya mbok Indun penasaran dengan bisik-bisik kedua lelaki itu.” Ah ... biasa
mbok, bisnis buat si Parmin ini” Sahut Tukir. Belum lama kemudian Pak RT datang
dengan pakaian yang Rapi. “Mau kemana pak ? Kok rapi banget pakaiannya? “ tanya
mbok indun heran. “Ini mau ke kecamatan , mau ngajuin proposal buat benerin
jalan deket rumah saya itu lho” Jawab si pak RT yang berpawakan cungkring.”Lho
... lho kok cuma jalan yang deket rumah pak RT saja tow yang mau diperbaiki,
jalan deket sumur gede itu kan juga sudah rusak pak ? “tanya Mbok Indun sedikit
kesal. “Iya ... iya ... nanti saya gabungkan juga dalam proposal”. Setelah
menjawab pertanyaan mbok Indun Pak RT
langsung tancap gas meninggalkan tiga orang yang nampak heran sekaligus
kesal dengan omongan pak RT tadi. “ Huh dasar RT bongkoh .... penginnya enak
sendiri “ kata Mbok Indun sambil menampakkan mulut manyun kaya bebek. Parmin
dan Tukir hanya geleng-geleng kepala. Dasar pejabat tak tahu diri, mungkin
begitu hati mereka bicara. Setelah menghabiskan kopi mereka , Parmin dan Tukir
menunggalkan warung Mbok Idun, menuju rumah masing-masing.
***
Setelah
sekian jam berjalan menepis ribuan semak belukar dan melewati ratusan pohon
jati, Parmin akhirnya sampai di sebuah sumur tua dengan Pohon Ringin yang
menjulang besar menembus langit. Ia melihat di sekelilingnya, gelap hanya ada
orang gendut yang membawannya kesini dilihatnya. “Kita sudah sampai min” kata
Tukir.” Tempat apa ini kir? Menyeramkan sekali tempat ini.” Tanya Parmin sedikit
ketakutan.” Disinilah aku mendapat kekayaan” bisik Tukir kepada orang yang ada
di depannya itu.” Hah .... yang benar kamu kir?” tanya Parmin lagi tidak begitu
percaya dengan ucapan kawannya itu..”Ya benar, aku meminta kekayaan pada
penunggu pohon Ringin itu” Jawab Tukir meyakinkan. ”Aku mendapatkan jimat dari
penunggu pohon ini agar aku bisa menjadi kaya raya dalam waktu yang singkat”
lanjutnya lagi. “ Lalu aku harus bagaimana kir “ Tanya Parmin lagi.” Kau harus
mandi menggunakan air yang ada di sumur itu kemudian semedilah di bawah pohon
Ringin itu” jawab Tukir. “ Apa .... apa kau yakin kir?” tanya Parmin agak
ragu.” Iya sudahlah lakukan saja” suruh Parmin sambil mendorong-dorongnya agar
cepat mandi di sumur tua itu.” Baiklah “ jawab Parmin dengan nada agak takut.
Parmin langsung menuju sumur kemudian menimba air yang baunya tidak sedap.
Setelah mandi dia bertapa di bawah pohon Beringin, sedangkan si Tukir kembali
pulang meninggalkan Parmin sendirian bertapa. Matahari muncul menembus
tiap-tiap gugusan daun Beringin yang rimbun menuju mata Parmin yang semalaman
bersemedi di bawah pohon itu.Kedua mata Parmin mulai membuka perlahan melihat
hari sudah mulai terang. Parmin kaget melihat ada benda di pangkuannya,
bentuknya seperti patung wanita berdiri memegang suatu benda. Patung itu
berukuran kurang lebih 15 cm. Keadaan sekitar Parmin bersemedi itu terasa sunyi
, kicauan burung pun tak ada, yang terdengar hanya gesekan daun-daun yang
tertiup angin. Ia masih bingung dengan apa yang terjadi semalam waktu
bersemedi. Parmin segera kembali ke desa dengan membawa patung yang didapatnya
waktu bersemedi itu. Setelah sampai di desannya, ia segera menuju rumah Tukir
untuk mencari tahu apa kegunaan patung yang didapatnya itu. “ kir, Tukir !!!”
panggil Parmin di depan pagar besi yang menjulang tinggi dengan ujung yang
lancip-lancip. Tiba-tiba datang seseorang berbadan tegap berbaju putih dan
memakai topi lengkap dengan asesoris datang menghampirinya. “ Ada yang bisa
saya bantu pak ? sahut laki-laki itu. “ Saya Parmin mau bertemu dengan Tukir.”
Jawabnya. “ Sebentar saya panggilkan” sahut laki-laki itu yang kalau dilihat-lihat
dia satpam di rumah ini. Tak berselang lama Tukir muncul dari depan pintu
berbahan kayu yang diukir begitu indahnya, “ weiss ..... kau sudah pulang min,
gimana semedinya? Ayo masuk dulu .” kata orang itu tanpa memberi waktu Parmin
untuk menjawab.” Begini kir, setelah semalaman aku semedi, paginya aku membuka
mata dan di genggaman tanganku sudah ada benda ini” kata Permin sambil
menunjukan benda berupa patung kecil itu. “Oh ... ini yang kau dapat, ini
namanya jimat penglaris dagangan min” ucap Tukir. “ Lantas bagaimana cara
menggunakannya kir?” lanjut Parmin dengan ekspresi serius. “ Kau bukalah warung
atau toko, lalu letakkan benda ini di depan warungmu itu, dijamin laris manis
daganganmu min” jawab Tukir dengan mengangguk-anggukan kepala yang rambutnya
tinggal di belakang. “ Oke ..... baiklah, tapi aku pinjam uang darimu dulu
untuk modal buka warung, setelah semua lancar uangmu akan aku kembalikan” sahut
Parmin kemudian.” Oke .... akan kupinjami kau uang untuk modalmu, ini .... !”
sahut tukir sambil memberikan segepok uang kepada Parmin.” Terima kasih !” kata
Permin sambil menundukan kepala kaya orang jepang, lalu pergi meninggalkan
rumah Tukir dengan wajah gembira. Di perjalanan Parmin hanya senyam-senyum
memikirkan rencana yang sudah ada di kepalannya itu. Setelah sampai rumah dia menimbang-nimbang
di mana dia akan membuat warung untuk usahannya itu. “ Dimana ya tempat yang
pas untuk kubuat warung, Emm .... “ renungnya sambil mondar-mandir, ke sana-sini,
duduk-berdiri. Sampai malam dia memikirkan tempat yang cocok untuk membuka
usahanya.
Keesokan harinya, Parmin
berjalan-jalan mengitari desanya mencari inspirasi tempat untuk membuka warung.
Dan benar saja setelah mengelilingi desa dia tahu dimana tempat yang pas
untuknya membuka warung, di dekat warung mbok Indun. “ Ya disitu saja, sebelah
warung mbok Indun saja, walau sebelahan pasti warungku yang ramai karena ada
jimat ini, hehehe .... “ omongnya sendiri sambil meringis. Selang beberapa hari
warung Parmin pun jadi.
***
“ Kenapa dia membuka warung di
sebelah ku, memangnya makanannya lebih enak dari punyaku apa”, gumam mbok Indun
yang sedikit heran dengan Parmin karena membuka warung dekat dengan warungnya.
Tetapi seiring berjalannya waktu, malah
warung Parmin yang ramai dikunjungi, warungnya sepi , ” wah wah wah kok bisa
begini, bagimana dengan warungku kalau seperti ini aku bisa bangkrut” kata mbok
Indun sambil memukul jidat yang lumayan lebar. “ Aku harus mencari tahu kenapa
warung Parmin begitu ramai” gumamnya lagi, ia segera menutup warungnya dan
pergi ke warung Parmin. “ Parmin saya mau beli itu, oseng-oseng sama ikan
tombronya” celoteh mbok Indun. “ Tumben mbok beli di warung saya” jawab Parmin
sambil sedikit menahan tawa. “sudah ambilkan saja , saya mau makan” jawab mbok
Indun agak judes. Makanan pun datang dan mbok Indun mulai mencicipi makanan
yang telah dipesannya. “ Huh .... ini makanan enak sekali, kapan dia belajar
memasak, yang aku tahu di tidak bisa memasak sama sekali selain itu dia tidak
ada yang membantunya di warung ini” Gumam mbok Indun di dalam hati mulai
curiga. Tanpa sengaja dia melihat benda aneh yang berada diatas kotak depan
warungnya Parmin lalu ia bertanya “ min, itu apa yang di atas kotak ?” sambil
menunjuk benda aneh itu. “ oh .... itu anu emm .... anu mbok cuma hiasan aja”
jawab Parmin agak terbata-bata. Mbok Indun mulai curiga dengan benda aneh itu,
ekspresi Parmin juga berubah saat dia bertanya benda apa itu, ekspresinya
berubah menjadi bungung ketakut-takutan. “ Oh iya min, saya minta dibungkus 1
ya” kata mbok Indun. “ Oh iya mbok .... siap “ jawab Parmin segera
membungkuskan nasi untuk mbok Indun. Setelah sampai di warungnya, mbok Indun
membuka dan memakan nasi yang dibelinya di warung si Parmin. “ Ah ..... kenapa
rasannya beda dengan yang tadi aku makan”
kata mbok Indun sambil memuntahkan nasi yang telah dimakannya, lalu
menenggak air putih yang sudah disediakannya dahulu sebelum makan tadi.
“
Apa yang sebenarnya terjadi?” tanya mbok Indun dalam hati setelah mengalami
kejadian tadi.”Ada yang aneh dengan warung si parmin, aku harus mencari orang
yang tahu tentang hal-hal mistis, Ahh ..... lebih baik aku menemui Ustadz Ilyas
saja” lanjut batin si mbok Indun.
Siangnya
mbok Indun pergi menemui Ustadz Ilyas, bertujuan menanyakan hal yang telah dia
alami kemarin. “tok....tok....tok” ketuk mbok Indun sdi sebuah rumah yang tidak
terlalu besar, tanpa pagar tetapi bersih terawat.”Assalamualaikum!!!” kata mbok
Indun sedikit keras.” Wa’alaikumsalam warohmatullohhiwabarokatu “ Sahut
seseorang dari dalam rumah yang jelas pak Ustadz karena dia telah ditinggal
istrinya mati, dia hanya tinggal
sendirian di rumah itu. Pintu terbuka lalu muncul laki-laki yang lumayan tampan
dengan senyum ia berkata “ Eh .... mbok Indun, ada apa mbok tumben kesini?”.”
Iya Ustadz saya mau ngomong sesuatu sama Ustadz”, “Oh silahkan duduk mbok” ajak
pak Ustadz mempersilakan mbok Indun duduk di kursi teras rumahnya.” Mau ngomong
apa mbok?” tanya Ustadz Ilyas ingin tahu. “ Gini Ustadz, saya heran dengan
warung si Parmin, dia kan gak bisa masak tapi koq masakannya enak banget ya
pak, trus rame terus ....”, kata mbok Indun “ Lho mungkin si Parmin punya bakat
terpendam mbok, yah bisa masak gitu”, sahut Ustadz Ilyas sambil tersenyum, “
Bukan itu maksud saya Ustadz, gini lho kemaren saya beli makanan di warung si
Parmin, waktu saya makan ditempat rasannya enak sekali Ustadz, tetapi waktu
saya bawa pulang trus saya makan di rumah rasannya sungguh tidak enak Ustadz
... “ kata mbok Indun meneruskan ucapannya tadi sambil berekspresi seperti
ingin muntah. “ Serius mbok .... ?” tanya Ustadz ingin meyakinkan ucapan mbok
Indun tadi. “ Beneran Ustadz, makannya saya kemari, mau tanya apakah
jangan-jangan si Parmin pake penglaris ya pak ?” jawab mbok Indun dengan wajah
serius. “ Hussss .... gak boleh suudzon dulu mbok, coba kita tanya baik-baik
sama si Parmin”, sahut Ustadz menenangkan mbok Indun. “ Baiklah Ustadz saya
manut sama pak Ustadz saja”, Ujar mbok Indun.” Baiklah mari kita ke warung
Parmin”, kata Ustadz mengajak mbok Indun.
***
Setelah
beberapa menit, mereka sampai ke warung Parmin yang sudah mau tutup. “
Parmin!!!” panggil pak Ustadz. “ I... yha pak Ustadz, ada apa?” jawab Parmin
kaget, Ustadz Ilyas datang ke warungnya, batinya mulai takut dengan
kedatangannya. “ Saya mau bicara sama kamu bisa pak Parmin” sahut pak Ustadz. “
I...yha pak, bisa...bisa” jawab Parmin agak terbata-bata lalu cepat-cepat
mengambil patung kecil yang ia letakkan di atas meja. Di ruang tamu pak Ustadz
Ilyas mulai menginterograsi. “ Gini pak Parmin, tadi mbok Indun bilang sama
saya kalau makanan yang di beli dari warung ini beda rasannya bila dimakan di
warung enak rasannya, tetapi kalau dibawa pulang rasannya berbeda menjadi
kurang enak”, kata pak Ustadz, diikuti anggukan mbok Indun. “ Hah ..... yang
benar Ustadz” jawab Parmin dengan wajah agak gugup.” Sudahlah pak Parmin,
mending pak Parmin jujur saja sama saya, mungkin saya bisa bantu. Kita didunia
ini jangan terlena dengan sesuatu yang mengenakkan pak Parmin”. Kata Ustadz
menasihati Parmin. Wajah Parmin memerah, kebingungan. “ Sudah lah min, jujur
saja kamu pake penglaris tow?” ucap mbok Indun langsung menuduh si Parmin.
Parmin kelabakan, bingung karena apa yang dituduhkan padannya memenag benar. “
I..... yha pak Ustadz, ... saya pake penglaris”, jawab Parmin. “Astaghfirullah”
kata pak Ustadz, “ kenapa kamu lakukan itu pak
Parmin, itu dosa besar lho” lanjut pak Ustadz.” Saya sudah lelah hidup
susah pak Ustadz, capek, capek!!!” jawab Pamin. “ Saya tahu, tetapi tidak dengan
cara seperti itu pak Parmin, dosa” kata Ustadz menasehati. “Lalu saya harus
bagaimana pak Ustadz?” tanya Parmin sambil memasang muka melas. “ Gini aja,
buanag barang yang kamu jadikan pemglaris itu , mending kerjasama sama mbok
Indung tow pak Parmin, betul kan mbok” jawab pak Ustadz sambil menengok mbok
Indun, mbok Indun pun mengangguk.” Baiklah pak, saya akan mengikuti saran pak
Ustadz, maafkan saya pak Ustadz” kata Parmin sambil merunduk pada pak Ustadz
Ilyas. “ Sudah...sudah pak Parmin, mending pak Parmin taubat berdo’a pada Allah
agar dilancarkan rezekinya” jawab pak Ustadz sambil membantu Parmin kembali
berdiri. Akhirnya Parmin taubat dan bekerjasama dengan mbok Indun mengurus
Warung yang telah ia dirikan itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar